Sabtu, 21 Juni 2008

Upacara Mattompang Arajang di Bone (1)

Pada setiap peringatan Hari Jadi Bone, acara "mattompang arajang" atau pembersihan benda-benda pusaka juga rutin selalu diadakan. Benda-benda pusaka tersebut disimpan di sebuah ruangan khusus di Sao Raja, kompleks Rumah Jabatan Bupati Bone. Pada upacara mattompang tersebut, benda-benda pusaka disakralkan bagai makhluk hidup.
Pada masa animisme, sebagaimana masyarakat lainnya, masyarakat Bone juga sangat percaya pada kekuatan benda-benda. Mereka menganggap bahwa setiap benda memiliki jiwa atau ruh. Kepercayaan seperti itu begitu mengakar, bahkan saat Islam mulai menjejakkan kaki di Bone sekitar abad XVII. Benda-benda pusaka atau 'arajang' tersebut adalah sekumpulan benda yang sakral karena memiliki nilai magis dan pernah dipergunakan oleh para raja atau pembesar kerajaan Bone.
Sebagaimana halnya manusia, benda-benda pusaka tersebut juga dilengkapi dengan nama. Sebuah kelewang atau 'alameng' milik Raja Bone ke-15 La Tenri Tatta Arung Palakka misalnya, diberi nama "La Tea Ri Duni" yang artinya tidak berkenan untuk dikebumikan.
Kelewang yang sarung serta hulunya berlapis emas dan dihiasi intan permata tersebut, diberi nama La Tea Ri Duni karena pada masa mangkatnya Arung Palakka, pusaka tersebut turut pula dikebumikan bersama jasad Arung Palakka. Namun, pusaka ini kemudian memunculkan diri di atas makam yang diliputi cahaya terang benderang.
Begitu pula dengan sebilah keris milik Arung Palakka, yang diberi nama La Makkawa. Keris pusaka ini, seluruh hulu dan sarungnya dilapisi dengan emas. Pusaka ini selalu dipergunakan Arung Palakka dalam setiap pertempuran melawan musuh kerajaan. Pusaka ini memiliki sifat ketajaman serta sangat berbisa, sehingga sekali tergores, maka dalam sekejap lawan akan segera meninggal atau dalam bahasa bugis disebut "makkawa".
Selain kedua pusaka tersebut, ada tiga pusaka lainnya yang juga turut disucikan dalam "mattompang arajang" yakni, Sembangempulaweng atau selempang emas milik Arung Palakka yang dipersembahkan atas keberhasilannya dalam menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Pariaman.
Terbuat dari emas berbentuk rantai yang berukuran besar dengan jumlah potongan dengan panjang 1,77 meter dan berat mencapai 5 Kg. Pada kedua ujungnya tergantung dua buah medali emas bertuliskan bahasa Belanda sebagai tanda penghormatan kerajaan Belanda kepada Arung Palakka.
Tombak La Salaga, merupakan tombak yang pada pegangan dekat mata tombak, dihiasi dengan emas. Tombak ini merupakan simbol kehadiran raja.
Alameng Tatarapeng, sejenis kelewang yang hulu serta sarungnya berlapis emas dan merupakan kelengkapan pakaian kebesaran anggota "Ade Pitu" (dewan adat yang terdiri dari tujuh orang).
Kelima pusaka tersebut, mulai dari dikeluarkan dari tempat penyimpangan, disucikan dan dimasukkan kembali ke tempat penyimpangan selalu dipayungi dengan "pajumpulaweng", sebuah payung emas pusaka Kerajaan Bone yang merupakan hadiah dari Kerajaan Pariaman, sebagai bentuk persaudaraan antara kedua kerajaan pada masa pemerintahan Arung Palakka.
Dikutip dari : Harian Fajar

Tidak ada komentar: